Samarinda, KATAMEDIA – Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Sugiyono, memberikan penilaiannya terkait kondisi banjir yang kerap melanda Kota Samarinda. Menurutnya, faktor utama penyebab banjir adalah kombinasi antara curah hujan tinggi dan pasang air laut. Ia menilai bahwa meskipun banjir merupakan persoalan yang kompleks, namun penanganannya saat ini sudah menunjukkan hasil positif.
“Banjir kan disebabkan terjadi hujan oleh curah hujan yang tinggi dan air laut yang pasang. Jadi bagaimana caranya pun tidak akan bisa dituntaskan kalau airnya itu masih pasang. Nah sekarang contoh, langsung surut semua dan saya kira penanganan di Kota Samarinda salah satu-satunya untuk menangani banjir itu menurut saya sekarang sudah bagus,” ungkap Sugiyono.
Penjelasan tersebut sejalan dengan fakta ilmiah bahwa banjir di daerah pesisir seperti Samarinda memang dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hujan ekstrem dan fenomena pasang air laut atau rob. Ketika kedua fenomena terjadi bersamaan, maka daya tampung saluran drainase akan sangat terbatas, menyebabkan air meluap ke permukaan kota.
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kota Samarinda telah mengupayakan berbagai langkah, seperti normalisasi drainase, pembangunan kolam retensi, serta pengerukan sungai. Upaya tersebut memang tidak sepenuhnya menghilangkan banjir, namun mampu mempercepat surutnya genangan dan mengurangi dampak sosial ekonomi terhadap warga.
Sugiyono mengapresiasi upaya tersebut dan menilai bahwa sistem penanganan banjir di Samarinda saat ini jauh lebih baik dibanding beberapa tahun lalu. Hal ini memperlihatkan bahwa koordinasi lintas sektor dan sinergi antara pemerintah kota, provinsi, dan pusat memiliki dampak signifikan dalam menangani bencana perkotaan.
Penanganan banjir yang baik tidak hanya berbasis pada infrastruktur teknis, tetapi juga pada sistem peringatan dini, partisipasi masyarakat, serta pengendalian tata ruang. Kawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan air sering kali berubah menjadi permukiman padat, memperburuk limpasan air saat hujan.
Meskipun sudah ada perbaikan, tantangan ke depan tetap besar. Perubahan iklim global membuat frekuensi dan intensitas hujan semakin tidak menentu, sementara urbanisasi terus menambah tekanan pada wilayah resapan. Oleh karena itu, penanganan banjir memerlukan pendekatan adaptif dan berbasis data.
Pernyataan Sugiyono menjadi pengingat bahwa upaya perbaikan sudah ada, namun tetap harus disertai konsistensi kebijakan, pengawasan tata ruang, serta keterlibatan masyarakat agar persoalan banjir tidak menjadi bencana tahunan yang berulang di ibukota provinsi Kalimantan Timur tersebut. (Adv)