Samarinda, KATAMEDIA – Peran legislasi daerah tidak hanya sebatas merancang norma hukum, tetapi juga sebagai instrumen strategis dalam membentuk arah pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Inilah yang menjadi perhatian Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), yang terus mengakselerasi pembentukan peraturan daerah melalui rapat internal yang digelar di Gedung E DPRD Kaltim pada Senin (19/5/2025).
Dipimpin Ketua Bapemperda Baharuddin Demmu dan dihadiri langsung oleh Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, rapat tersebut membahas progres sejumlah Ranperda prioritas. Langkah ini mencerminkan bahwa perencanaan legislasi di daerah tidak bisa bersifat reaktif, tetapi harus antisipatif terhadap dinamika sosial dan ekonomi yang terus berkembang.
Fokus utama dalam rapat kali ini adalah pengesahan Ranperda Tata Tertib DPRD dan Ranperda Penyelenggaraan Pendidikan. Kedua produk hukum ini dinilai fundamental karena menyangkut penguatan tata kelola internal legislatif dan penyempurnaan sistem pendidikan daerah. Ranperda Tata Tertib telah selesai fasilitasi dan akan disahkan 28 Mei 2025, sedangkan Ranperda Pendidikan menunggu harmonisasi dari Kementerian Hukum dan HAM.
Dari perspektif ilmu hukum administrasi negara, pembentukan perda wajib memenuhi asas legalitas, akuntabilitas, dan efektivitas. Hal ini pula yang mendasari pentingnya naskah akademik dalam setiap usulan Ranperda agar sesuai dengan prinsip good local governance.
Dua Ranperda penting lainnya yang masih berada di tahap koordinasi adalah perubahan status badan hukum PT Migas Mandiri Pratama (MMP) dan PT Jamkrida. Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mendorong Pemprov Kaltim untuk lebih aktif menjalin komunikasi agar pembahasan dapat segera masuk ke meja legislatif. Ketepatan waktu dalam pengajuan dokumen menjadi aspek krusial untuk menjaga sinkronisasi eksekutif-legislatif.
Sementara itu, enam usulan Ranperda baru mulai dikaji, mencakup isu-isu strategis seperti HIV/AIDS, pekerja anak, pengelolaan DAS Mahakam, hingga pertambangan non-logam. Pendekatan ilmiah menjadi keharusan dalam proses ini, mengingat peraturan daerah harus memiliki basis empiris dan selaras dengan kebijakan nasional maupun lokal.
Langkah proaktif Bapemperda untuk menggelar Focus Group Discussion (FGD) lintas DPRD kabupaten/kota juga menunjukkan bahwa sinergi antarlembaga adalah kunci untuk menghasilkan perda yang implementatif. Upaya ini sejalan dengan pendekatan partisipatif dalam perumusan kebijakan publik, yang melibatkan aktor-aktor daerah secara langsung.
“Pembentukan perda harus bersandar pada kebutuhan nyata di masyarakat dan mampu menjawab tantangan daerah secara langsung,” ujar Hasanuddin Mas’ud.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga kualitas legislasi, tidak semata mengejar kuantitas. Penyempurnaan naskah akademik dan penguatan komunikasi lintas kelembagaan menjadi syarat agar legislasi daerah bisa responsif, progresif, dan menjawab aspirasi warga secara konkret. (Adv)