KATAMEDIA, Samarinda – Dalam penyelesaian sengketa antara PT BDAM dan masyarakat, salah satu pendekatan yang dipertimbangkan adalah pemberian kompensasi kepada warga yang telah menggarap lahan meski tanpa sertifikat resmi. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono dalam keterangannya.
“Kalau dia tidak memiliki lahan maka dia hanya menggarap, menanam saja alangkah eloknya juga diganti. Itu tidak masalah,” ungkapnya.
Sapto menambahkan, meski masyarakat tidak memiliki bukti kepemilikan, aktivitas mereka dalam menanam di atas lahan tersebut tetap diakui secara sosial dan pantas dihargai. Prinsip ini penting untuk menghindari konflik yang berlarut dan saling menyalahkan.
Dalam kajian sosial agraria, dikenal istilah ‘hak atas tanah oleh penguasaan’, yakni hak yang terbentuk karena pengelolaan dan penguasaan secara terus-menerus meski tidak formal. Beberapa regulasi daerah bahkan mulai mengakomodasi bentuk hak semacam ini dalam proses mediasi.
Kompensasi terhadap penggarap bisa menjadi solusi win-win yang menguntungkan kedua belah pihak. Masyarakat mendapat pengakuan atas usahanya, sementara perusahaan dapat melanjutkan kegiatan dengan tenang dan tanpa gangguan.
“Jadi tidak saling memberatkan bagi masyarakat maupun perusahaan, dan tidak saling menyalahkan antara satu dengan yang lain,” tandas Sapto.
Kehadiran pemerintah dalam proses ini menjadi penting sebagai fasilitator yang menjaga agar solusi tidak timpang sebelah dan menjamin keadilan sosial.
Dialog terbuka dan penawaran ganti rugi yang manusiawi dapat meredam potensi konflik serta menciptakan hubungan harmonis antara masyarakat lokal dan pihak investor. (Adv)