KATAMEDIA, Samarinda – Menyikapi persoalan penguasaan aset Pemprov Kaltim di Jalan Angklung, Anggota Komisi III DPRD Kaltim Jahidin mengusulkan pembentukan panitia khusus (Pansus) lintas komisi. Menurutnya, masalah ini menyentuh berbagai ranah seperti hukum, keuangan, hingga infrastruktur, sehingga butuh pendekatan lintas bidang.
“Saya menginisiasi agar kita mengadakan rapat lintas komisi. Komisi I yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Komisi II yang membidangi aset dan keuangan daerah, serta Komisi III terkait infrastruktur. Saya mendorong agar pemerintah dan DPRD membentuk panitia khusus (Pansus) untuk mendalami ini,” kata Jahidin.
Pansus merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat ad hoc dan dibentuk untuk menyelesaikan isu-isu penting yang memerlukan perhatian khusus. Dalam konteks ini, keberadaan Pansus bisa mendorong proses inventarisasi aset dan penyelidikan terhadap potensi pelanggaran administratif maupun pidana.
Langkah ini dinilai strategis untuk mempercepat penelusuran data kepemilikan, legalitas pembangunan, serta pihak-pihak yang terlibat dalam penguasaan lahan negara secara ilegal. Pansus juga memungkinkan DPRD mengeluarkan rekomendasi tegas, termasuk tindakan pembongkaran atau pelaporan ke aparat penegak hukum.
“Kalau dalam rapat nanti berkembang, bisa saja cukup dengan kesimpulan rapat tanpa perlu pansus. Rencananya, kita akan undang semua pemilik KP di sana. Kita inventarisasi, dari mana mereka memperoleh lahan sehingga bisa membangun kawasan usaha di atasnya. Apakah itu dibeli secara ilegal?” ujar Jahidin.
Inventarisasi itu penting untuk menghindari spekulasi dan memastikan tindakan berdasarkan data. Dalam banyak kasus serupa, penyelesaian konflik aset negara kerap menemui jalan buntu akibat lemahnya pencatatan serta ketidaksesuaian antara data di lapangan dan dokumen hukum.
Jahidin juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses ini. Menurutnya, pansus bisa menjadi jalan tengah untuk menghindari tarik menarik kepentingan yang bisa menghambat penyelesaian masalah.
“Kalau jual-beli dilakukan secara sah, saya kira tidak mungkin, karena tanah itu adalah aset Pemprov,” pungkasnya. Artinya, selama tidak ada dasar hukum yang kuat, tindakan penguasaan lahan itu dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap aturan tata kelola aset negara. (Adv)