KATAMEDIA, SAMARINDA – Gedung E DPRD Kalimantan Timur menjadi tempat dialog terbuka antara legislator dan mahasiswa. Sebanyak 30 mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda melakukan audiensi bersama Anggota DPRD Kaltim untuk membahas isu strategis bertajuk ‘Perumusan Kebijakan Pendidikan di Kalimantan Timur’. Kamis (12/6/2025)
Audiensi ini merupakan bagian dari kajian akademik mahasiswa sebagai bentuk keterlibatan langsung dalam dinamika kebijakan publik. Mereka disambut oleh Anggota DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi dan Sarkowi V Zahry, serta Tenaga Ahli DPRD, Tri Nugroho. Dosen pendamping dari Prodi PAI, Farah Silvia, turut hadir mendampingi para mahasiswa dalam kegiatan tersebut.
Darlis Pattalongi mengapresiasi langkah mahasiswa yang memilih pendekatan dialogis untuk menyampaikan pemikiran mereka.
“Kami senang jika adik-adik mahasiswa berkunjung ke DPRD Kaltim untuk berdiskusi. Tidak selalu harus dalam bentuk aksi demonstrasi, karena audiensi resmi seperti ini juga memberikan manfaat besar bagi pengambilan kebijakan,” ujar Darlis.
Secara ilmiah, model partisipasi politik seperti ini sejalan dengan teori deliberatif yang dikemukakan oleh Jürgen Habermas, di mana ruang diskusi publik menjadi medium penting dalam pembentukan kebijakan yang rasional dan inklusif. Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki potensi besar dalam memberi masukan berbasis kajian akademik.
Diskusi berlangsung hangat dengan paparan dari para mahasiswa mengenai tantangan kebijakan pendidikan di Kaltim, termasuk tentang akses pendidikan gratis, beban biaya UKT (Uang Kuliah Tunggal), hingga ketimpangan mutu pendidikan antarwilayah. Isu-isu tersebut dibahas secara kritis, dengan menimbang kondisi sosio-ekonomi daerah.
Darlis dalam pernyataannya menyambut baik masukan yang disampaikan dan mendorong mahasiswa PAI UIN agar aktif dalam merumuskan arah kebijakan pendidikan.
“Mereka mempertanyakan peta pendidikan di Kaltim dan juga mengkhawatirkan apakah kebijakan pendidikan gratis akan berdampak pada program lain. Kami menjelaskan bahwa persoalan pendidikan bukan hanya soal pembayaran UKT, tetapi juga mencakup aspek lain yang perlu diperhatikan,” pungkasnya.
Pernyataan Darlis sejalan dengan pandangan para ahli pendidikan yang menilai bahwa kebijakan pendidikan tidak bisa bersifat tunggal. Menurut UNESCO, kualitas pendidikan ditentukan oleh berbagai faktor, seperti infrastruktur, kurikulum, kompetensi guru, dan pemerataan layanan, bukan hanya soal biaya.
Di sisi lain, keterlibatan mahasiswa dalam proses pembuatan kebijakan memperlihatkan pentingnya pendidikan politik sejak dini. Kegiatan seperti ini dapat mendorong terbentuknya civic engagement atau keterlibatan warga negara secara aktif dalam pembangunan, sebagaimana ditekankan dalam teori pendidikan kritis Paulo Freire.
Dengan terselenggaranya audiensi ini, DPRD Kaltim berharap akan semakin banyak generasi muda yang terlibat aktif dalam ruang-ruang kebijakan. Dialog antara pemangku kepentingan dan generasi intelektual muda diharapkan mampu menjadi jembatan menuju kebijakan pendidikan yang lebih progresif dan berkeadilan. (Adv)