KATAMEDIA, Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sapto Setyo Pramono, menyoroti pentingnya kesiapsiagaan pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/kota dalam menghadapi potensi krisis pangan yang mulai dirasakan di sejumlah daerah.
Ia menegaskan bahwa kesiapan menghadapi krisis pangan bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga kewajiban yang diatur dalam undang-undang.
Dalam pernyataannya, Sapto menekankan bahwa saat ini sudah terdapat indikasi krisis pangan, khususnya di tiga daerah yang terdampak oleh berbagai faktor.
Ia menyebut bahwa krisis ini tidak semata-mata disebabkan oleh kemarau, yang justru merupakan faktor alam yang dapat diprediksi dan diantisipasi lebih awal.
“Kesiapsiagaan ini seharusnya menjadi prioritas. DPRD Kaltim akan terus mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim untuk menanggapi serius permasalahan ini. Kami juga sedang menyusun jadwal pertemuan bersama pemerintah daerah dalam waktu dekat,” ungkap Sapto, Selasa (12/8/2025).
Sebagai mantan anggota tim penyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk lahan pertanian berkelanjutan, Sapto menyatakan dirinya memahami betul tingkat kerawanan krisis pangan yang dapat terjadi akibat perubahan fungsi lahan.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah kabupaten dan kota, khususnya di Kabupaten Kutai Barat (Kubar), untuk segera melakukan mitigasi terhadap lahan-lahan potensial yang masuk dalam kategori Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
“Saya minta tolong dari 10 kecamatan yang ada di Kubar, dimitigasi daerah mana saja yang bisa dijadikan LP2B. Ini penting untuk mendukung ketahanan dan swasembada pangan di daerah,” ujar Sapto.
Ia mengingatkan bahwa dengan luas wilayah Kubar mencapai sekitar 20.000 km², perlu dipetakan secara rinci lahan mana saja yang cocok untuk dijadikan lumbung pangan, baik untuk komoditas padi, jagung, maupun sumber karbohidrat lainnya.
Hal ini menurutnya sangat berkaitan erat dengan tata ruang dan pola ruang daerah.
Sapto juga menyoroti kekhawatirannya terkait alih fungsi lahan produktif menjadi wilayah tambang.
Dia mengingatkan agar kebijakan ekonomi tidak justru merusak potensi pertanian dan ketahanan lingkungan, khususnya di wilayah seperti Kubar dan Mahakam Ulu (Mahulu) yang masih memiliki kawasan hutan hijau yang luas.
“Jangan sampai kawasan hijau di Kubar dan Mahulu direduksi oleh aktivitas pertambangan. Pembangunan ekonomi penting, tapi tidak boleh dengan cara merusak sumber daya dan menghilangkan potensi pangan daerah,” tegasnya.
Selain Kutai Barat dan Mahulu, Sapto juga menyoroti kondisi di Penajam Paser Utara (PPU).
Ia mengungkapkan keprihatinannya bahwa luas lahan pertanian di PPU telah menyusut drastis dari sekitar 600 ribu hektare menjadi hanya 200 ribu hektare.
Padahal, daerah ini sempat dinobatkan sebagai lahan pertanian percontohan sekaligus lumbung padi Kaltim.
“Ini sangat ironis. Dulu digadang-gadang jadi pusat pertanian, sekarang malah terancam krisis. Yang salah siapa? Ini yang harus kita evaluasi bersama,” ucap Sapto.
Menanggapi hal tersebut, Sapto berencana mengundang seluruh pemerintah kabupaten/kota se-Kaltim untuk duduk bersama menyusun strategi mitigasi dan penguatan ketahanan pangan.
Politisi Partai Golkar itu menekankan pentingnya perencanaan kolektif dalam menyambut kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) di wilayah Kaltim.
“Dengan jumlah penduduk sekitar 4 juta jiwa, kita saat ini hanya mampu menopang kebutuhan pangan secara mandiri sekitar 20–30 persen. Sisanya masih impor dari daerah lain. Ini harus diubah,” katanya.
Ia mengajak seluruh pihak, baik eksekutif maupun legislatif, untuk membangun komitmen bersama dalam menjaga dan mengembangkan potensi pangan daerah. Menurutnya, tanpa komitmen, maka krisis hanya tinggal menunggu waktu.
“Kalau kita tidak serius, kita hanya akan menunggu datangnya bencana. Kita ingin Kalimantan Timur tidak hanya bicara ketahanan pangan, tapi juga swasembada, bahkan mampu ekspor ke daerah lain,” tegasnya.
Sebagai bentuk komitmen nyata, Sapto juga meninjau langsung kondisi lapangan hingga ke perbatasan daerah seperti Tering, Ujoh Bilang, dan Long Aparasi.
Sapto melihat langsung akses dan kondisi infrastruktur di wilayah perbatasan yang menurutnya masih memerlukan perhatian serius.
“Kita harus duduk bersama Pemkab Mahulu, Pemkab Kubar, Pemprov Kaltim bahkan bertemu Presiden untuk menyelesaikan masalah perbatasan ini. Dengan akses yang baik, distribusi lancar, ekonomi baru akan tumbuh di sepanjang wilayah perbatasan,” pungkasnya.