KATAMEDIA, Samarinda – Lahan di Jalan Angklung yang awalnya direncanakan sebagai jalan dua jalur kini disesalkan karena berubah fungsi menjadi area pertokoan dan kafe. Jahidin, Anggota Komisi III DPRD Kaltim, menyebutkan bahwa penyimpangan itu tidak lepas dari lemahnya pengawasan aset negara.
“Rencana awalnya, tanah sepanjang Jalan Angklung itu untuk jalan dua jalur. Tapi karena tidak jadi, lahannya justru dimanfaatkan jadi kafe-kafe. Padahal seharusnya rumah-rumah itu hanya berada di belakang, tidak sampai ke depan yang 30 meter itu,” ungkapnya.
Perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukan menunjukkan lemahnya kontrol dalam tata ruang dan perencanaan wilayah. Ketika suatu rencana gagal, perlu ada mekanisme pengalihan fungsi yang legal dan transparan, bukan dibiarkan dikuasai tanpa izin.
“Saya kira banyak penghuni awal sudah meninggal. Tapi rumah-rumah itu dulunya memang rumah dinas,” katanya. Ini memperkuat bahwa peruntukan awal bersifat dinas, bukan untuk komersial.
Pergeseran ini tidak hanya menyalahi rencana tata ruang, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik hak atas tanah dan rusaknya sistem pengelolaan aset. Hal ini menegaskan pentingnya fungsi Badan Pertanahan Nasional dan Bappeda dalam pengawasan fungsi lahan.
“Sekarang yang penting adalah memastikan tanah yang masih tercatat sebagai aset Pemprov dikembalikan kepada negara,” ujar Jahidin. Langkah ini menurutnya adalah bentuk penegakan kedaulatan atas kekayaan negara.
Jahidin menegaskan bahwa jika kafe atau toko itu tetap ingin beroperasi, maka harus melalui mekanisme resmi dengan membayar sewa ke kas daerah. “Kalau memang usaha-usaha itu tetap ingin berdiri, ya harus bayar ke Pemprov. Jangan membesarkan perut oknum tertentu,” pungkasnya.
Pernyataan ini menjadi penutup tegas atas perlunya penertiban fungsi lahan di daerah, agar sesuai dengan peruntukan dan bisa kembali memberikan manfaat maksimal bagi publik. (Adv)