Penerimaan Sewa Lahan Aset Negara oleh Oknum Bisa Masuk Ranah Pidana

ktmd - katamedia.co
Selasa, 1 Jul 2025 03:04 WITA
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Jahidin
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Jahidin

KATAMEDIA, Samarinda – Jahidin, Anggota Komisi III DPRD Kaltim, memperingatkan bahwa praktik penerimaan uang sewa oleh pihak yang tidak berwenang atas lahan milik Pemprov bisa tergolong pidana. Hal ini penting agar tidak terjadi pembiaran terhadap penguasaan aset negara oleh pihak swasta tanpa dasar hukum.

“Terkait kemungkinan adanya kafe atau restoran di sana, tentu saja kalau mereka ingin tetap beroperasi, harus membayar sewa resmi ke kas daerah. Bukan ke oknum,” ujar Jahidin.

Baca juga  DPRD Kaltim Dorong Percepatan Infrastruktur di PPU dan Paser sebagai Penyangga IKN

Pengelolaan keuangan negara, termasuk penerimaan dari sewa aset, harus dicatat dalam APBD dan masuk ke kas daerah. Bila penerimaan dilakukan di luar mekanisme resmi, maka potensi terjadinya penyimpangan anggaran sangat besar, yang bisa masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.

Jika terbukti ada oknum yang menerima uang sewa secara pribadi, maka selain sanksi administratif, pelaku juga bisa dijerat Pasal 3 atau 12 UU Tindak Pidana Korupsi. Kasus semacam ini kerap terjadi di daerah, terutama ketika tidak ada pengawasan melekat pada aset daerah.

Baca juga  Pelayanan Publik Tenggarong Seberang Makin Cepat dengan Pemekaran Wilayah

“Kalau diterima oleh pihak tidak berwenang, maka ini bisa masuk ranah pidana. Ini tidak bisa kita biarkan. Kalau dibiarkan, nanti generasi selanjutnya menganggap mereka memiliki lahan itu secara sah,” tegasnya.

Peringatan ini sekaligus menyiratkan pentingnya tindakan preventif agar tidak terjadi warisan sengketa hukum kepada generasi mendatang. Pemprov perlu memperkuat sistem administrasi aset dan mempercepat proses digitalisasi data aset milik daerah.

Baca juga  Ketua DPRD Kaltim Dukung Pemutusan Kerja Sama Hotel Royal Suite dengan PT TBI

Lebih lanjut, Jahidin mengingatkan bahwa perlu ada tindakan kolektif untuk menyelamatkan aset publik. Jika tidak ditindak sekarang, maka legitimasi publik terhadap pengelolaan aset negara akan semakin melemah.

“Padahal, berdasarkan pemahaman saya, itu sudah dikomersialkan lebih dari 20 tahun,” imbuhnya. Artinya, ketidaktegasan ini telah berlangsung lama dan butuh solusi struktural, bukan sekadar pendekatan administratif. (Adv)

Bagikan:
Berita Rekomendasi