KATAMEDIA, SAMARINDA – Komisi I DPRD Kalimantan Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas kelanjutan pembayaran ganti rugi lahan warga terdampak proyek Jalan Ringroad I dan II di Kota Samarinda, Kamis (12/6/2025). Rapat ini merupakan upaya legislatif mengawal hak-hak masyarakat yang bersinggungan dengan pembangunan infrastruktur strategis.
RDP dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy, bersama anggota Baharuddin Demmu, Didik Agung Eko Wahono, dan Safuad. Sejumlah pemangku kepentingan turut hadir, termasuk Dinas PUPR-PERA Kaltim, Disnakertrans Kaltim, Kanwil BPN Kaltim, kuasa hukum, dan warga yang terdampak pembangunan jalan tersebut.
Agus Suwandy memastikan, ganti rugi untuk tujuh bidang tanah warga yang berada di luar kawasan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) transmigrasi telah dialokasikan dalam APBD Perubahan 2025. Proses pencairan tinggal menunggu mekanisme administrasi lanjutan yang sesuai aturan.
Namun, permasalahan muncul pada sembilan bidang tanah lainnya yang masih berada dalam kawasan HPL transmigrasi, sehingga secara hukum belum bisa dibayarkan. Hal ini menyoroti pentingnya kejelasan status lahan dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan.
“Pembayaran ganti rugi harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kesalahan hukum. Pemerintah tidak bisa membayar dua kali untuk tanah yang sama atau membayar tanpa dasar yang jelas,” tegas Agus Suwandy, mengingatkan pentingnya akurasi dan legalitas.
Baharuddin Demmu juga menekankan perlunya memperjelas koordinat lahan serta mempercepat proses pelepasan status HPL.
“Masyarakat sudah lama tinggal di sana dan harus mendapatkan kepastian. Kita perlu berkoordinasi dengan kementerian agar status HPL yang berlaku sejak 1981 bisa diubah,” ujarnya.
Kepastian hukum dalam pembebasan lahan merupakan aspek penting dalam teori pembangunan berkelanjutan. Menurut konsep tata ruang dan pengelolaan agraria, status lahan yang tidak jelas dapat menghambat implementasi program strategis nasional, serta berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Kepala Dinas PUPR Kaltim, Aji Muhammad Fitra Firnanda, menegaskan bahwa sebagian pembayaran telah dilakukan sejak 2023. Namun, pihaknya tetap selektif dan melibatkan kejaksaan dalam setiap proses agar tidak menimbulkan masalah hukum baru.
“Kami berhati-hati dalam pembayaran agar tidak muncul masalah hukum di kemudian hari. Setiap langkah kami dikawal oleh Kejaksaan agar sesuai aturan,” jelasnya.
Sebagai tindak lanjut, warga pemilik sembilan bidang tanah di kawasan HPL diminta mengajukan surat permohonan pelepasan status ke Kementerian terkait. Komisi I DPRD Kaltim juga akan merekomendasikan penyelesaian ini ke Pimpinan DPRD agar dapat diteruskan ke pemerintah pusat, demi mempercepat realisasi ganti rugi dan menjamin hak-hak masyarakat tetap terlindungi. (Adv)