KATAMEDIA, SAMARINDA – Dalam upaya memperkuat kualitas demokrasi di Kalimantan Timur, Kepala Bagian Fasilitasi Pengawasan dan Penganggaran DPRD Kaltim, Andi Abdul Razaq, mewakili Sekretaris DPRD Kaltim menghadiri rapat Tim Kelompok Kerja (Pokja) Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2025. Kegiatan ini digelar oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Kalimantan Timur di Ruang Kersik Luwai, Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (12/06/2025).
Rapat tersebut bertujuan merumuskan strategi dan program kerja Pokja IDI 2025 sebagai bagian dari evaluasi serta perencanaan pembangunan berbasis demokrasi. IDI sendiri merupakan instrumen strategis untuk menilai kualitas demokrasi daerah secara kuantitatif dan obyektif.
Dipimpin oleh Sekretaris Badan Kesbangpol Kaltim, Ahmad Firdaus Kurniawan, rapat dihadiri pula oleh Kepala Bidang Politik Dalam Negeri, Fatimah Waty, narasumber dari BPS Kaltim Ely Uswatun Kasanah, serta akademisi Universitas Mulawarman, Uni W. Sagena. Sinergi antara pemerintah, akademisi, dan lembaga statistik ini menjadi pilar utama dalam pemutakhiran data demokrasi.
Ahmad Firdaus menjelaskan bahwa IDI telah dijadikan indikator pembangunan sejak 2019.
“IDI merupakan instrumen penting dalam mengukur kualitas demokrasi di daerah. Sejak 2019, IDI telah menjadi indikator kinerja daerah yang diperhitungkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan dilanjutkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2025–2029,” paparnya.
Lebih lanjut, Firdaus menekankan bahwa penguatan demokrasi bukan hanya menjadi tugas Kesbangpol.
“Aspek-aspek yang menjadi indikator dalam penyusunan IDI mencakup kebebasan, kesetaraan, dan kapasitas demokrasi. Ini bukan hanya tanggung jawab Kesbangpol, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Setiap OPD yang terlibat dalam Pokja IDI memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam memperkuat demokrasi di daerah,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa capaian IDI bisa menjadi indikator kinerja kepala daerah.
“Semakin tinggi indeks demokrasi, semakin baik kualitas pemerintahan yang dijalankan,” katanya. Penilaian ini turut berdampak terhadap penyusunan kebijakan anggaran dan program lintas sektor.
IDI, menurut Firdaus, tidak hanya menjadi alat ukur bagi praktik politik, tetapi juga mencakup aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
“IDI tidak hanya mencakup aspek politik, tetapi juga sosial, ekonomi, dan budaya. Konsolidasi demokrasi yang kuat di daerah akan berkontribusi pada kebijakan pembangunan nasional,” jelasnya.
Secara ilmiah, pengukuran IDI mencerminkan pendekatan multidisipliner yang menilai demokrasi tidak sebatas pada proses elektoral, tetapi juga pada pelibatan warga, transparansi kebijakan, dan perlindungan hak asasi. Dalam konteks tata kelola pemerintahan, IDI memberikan arah pembenahan kebijakan berbasis data.
Kehadiran perwakilan DPRD Kaltim dalam forum ini menandakan komitmen legislatif dalam memperkuat instrumen demokrasi daerah. Melalui kolaborasi Pokja IDI, diharapkan terbangun kebijakan publik yang responsif terhadap nilai-nilai demokrasi substantif. (Adv)